Senin, 26 September 2016

Hidup Setelah Lulus Itulah Hidup Yang Nyata



Tahun 2014. Aku merasa diriku telah dewasa. Sehingga aku harus mampu memutuskan masa depanku. Sudah beberapa hari aku kepikiran tentang diriku sendiri. Kemanakah dan apakah yang harus aku lakukan setelah aku lulus. Apa hanya dirumah, bekerja ditoko, atau kuliah.  Kuliah adalah hal yang sangat aku inginkan, namun orang tuaku yang sempat mengatakan “setahun lagi kuliahnya, biarkan mbak mu semester 5 dulu. Bapak masih belum punya uang kalau menguliahkan dua orang yang jaraknya sangat dekat”. Kalimat itu hanya mampu aku dengar dan tak sanggup aku menjawab sepatah katapun. Tersayat hati ini rasanya. Dengan segenap kemauan yang tinggi aku mencoba mencari jalan lain untuk tetap bisa kuliah. Berusaha mencari beasiswa bidikmisi lewat SNMPTN yang pendaftarannya aku isi sebelum UAN. Jalan lain yang harus aku lakukan aku kerja. Berusaha mencari informasi kesana-kesini. Tanya teman-teman hingga akhirnya aku mendapat tawaran kerja di sebuah toko.
UAN telah selalesai. Rencana yang telah aku rencanakan akan kumulai esok hari.  Pagi itu tiba-tiba hp berdering. Dengan berat ku buka mata dan kubaca pesan dari sahabatku “fit nanti berangkatnya bersama-sama aku tunggu dirumahku ya jam 6”, segeralah ku balas sms itu. “oke”.  Masih terasa sisa-sisa ketegangan UAN kemarin. Baru saja kemarin aku selesai mengerjakan soal-soal UAN yang sangat sulit bagiku. Tapi hari ini berbeda cerita. Secepat mungkin aku ke kamar mandi, sholat lalu kusiapkan beberapa potong pakaian dan perlengkapan  yang harus aku bawa ke tempat kerja. Hampir jam 6 pagi, segera akau berpamitan dengan orang tuaku. Kutatap wajah bapakku. Aku tahu bahwa beliau tidak tega membiarkanku kerja dan harus menginap disana. Air mata ini rasanya ingin menetes. Aku mencoba untuk tetap senyum. Aku harus kuat, tidak boleh membuat mereka kuatir. Ini semua agar aku bisa kuliah dan kesuksesanku kelak untuk mereka. Itu yang aku pegang selama ini.
Segeralah aku berangkat diantar kakakku. Dirumah sahabatku aku berpamitan dengan orang tuanya. Kami segera meninggalkan rumah itu. Dengan segala keberanian, aku masuk kerumah calon bosku untuk mendengarkan berbagai peraturan. Sungguh, kesan pertamaku terhadap beliau adalah beliau sangat sabar dan baik hati. Beliau begitu welcome dengan kedatangan kami. Sesaat kemudian beliau menyuruhku untuk ke kamar dan bersiap untuk kerja dan beliau pergi. Segera kuhampiri kakakku yang saat itu tidak menemaniku masuk. Kusuruh dia pulang. “Ati-ati ya nduk. Tenan pengen kerja?” kata yang keluar dari mulutnya yang kembali membuat air mataku hampir tumpah untuk kedua kalinya di pagi ini. Hanya senyuman yang mampu aku berikan.
Spidol dan kater segera disodorkan oleh salah satu karyawan disana. Ternyata aku diperkerjakan di bagian gudang. Terasa mudah pekerjaan ini. Waktu segera berganti. Malam pun menghampiri. Inilah rasanya kerja. Aku kira aku tidur dikasur. 2 orang untuk 1 kamar. Tapi tidak seperti itu kenyataannya. Aku harus tidur di tikar dengan jumlah karyawan 6 untuk satu kamar atau bisa lebih. Ini tak menjadi masalah bagiku. Aku bukan anak manja. Bukan kali pertamanya aku tidur di tikar. Malam itu tiba-tiba aku ingin menangis, segera aku pergi keluar kamar untuk mencari tempat sepi. Air mata sudah tidak bisa kubendung lagi. Aku kangan dengan ibu bapak. Tapi aku tidak mungkin pulang. Segera ku hapus air mata ini. Segera ku masuk ke kamar dan berusaha menutup mata ini. Karna esok harus bekerja.
Malam begitu singkat. Adzan subuh telah berkumandang. Mata ini masih ingin rasanya terlelap kembali tapi apa daya tanggung jawab harus kulaksanakan. Begitulah hari-hari yang kujalani selama di tempat kerja. Aku menangis beberapa malam hingga bingung bagaimana menghentikan tangisan ini. Hingga suatu hari beberapa karyawan baru masuk ke tempat kerja. Mereka menjadi temanku di tempat kerja. Kekompakan kami membuatku betah hingga aku lupa menangis malam hari.
Waktu  cepat berlalu. Kegokilan yang kita buat menjadi cerita unik di antara kita. Hingga suatu saat aku dipindah ke toko yang tempatnya jauh. Aku seorang diri dari beberapa temanku. Bingung dan takut mulai menghampiri. Dengan siapakah akau disana. Aku tidak kenal siapa-siapa disana. Hingga akhirnya aku berusaha berkenalan agar mendapat teman. Entah, rasanya tidak nyaman. Pekerjaan yang semakin berat membuatku tidak betah disana. Jam delapan  pagi hingga  delapan malam aku harus berdiri tidak boleh duduk kecuali jam istirahat dan solat. Kaki ini terasa sangat sakit. Ditambah dengan teman-teman yang kurang bersahabat. Air mata ini kembali menetes. Berulang kali aku menyeka air mata ini. Aku tidak boleh cengeng. Kataku dalam hati. Aku berusaha kuat. Tapi aku kalah dengan keadaan.
Dengan keberanian yang aku miliki kutulis pesan singkat lalu  kukirim kepada bosku. Aku meminta agar akau dipekerjakan di gudang meski harus angkat-angkat barang yang berat. Saat itu aku berfikir bosku orang baik. Tapi ternyata semua itu menjadi masalah. Makanan yang saat itu harusnya nikmat dan mengenyangkan perutku terasa hambar karna tiba-tiba koordinator di toko itu menegurku ketika jam makan. Bos telah marah. Aku mulai bingung. Ditambah peneguran itu di depan karyawan lain aku malu sangat malu. Sambil mencuci piring aku berusaha untuk menyeka air mata. Duh Gusti seperti inikah dunia kerja. Aku ingin pulang ketemu bapak ibu. Aku tidak sanggup menjawab peneguran itu. Diam. Itu yang bisa aku lakukan.
Pagi telah datang. Mobil bosku sudah parkir didepan toko siap untuk untuk menjemputku. Was-was menguasi diri ini. Apa yang akan terjadi nanti. Bagaimana jika aku berhadapan dengan bosku. Sepanjang jalan rasa takut menyelimuti diri ini. Tuhan bantulah aku. Doa terus kupanjatkan agar aku tanang. Gudang baju itu terasa seperti neraga bagiku. Siap menghukumku karena salahku. Sedikit tenang karena tak terlihat sosok bosku disana. Tapi aku salah, tiba-tiba aku dipanggil. Di depan karyawan lain aku di tegur. Sedikit bentakan terlontar dari bosku. Apa yang harus kukatakan. Diam lagi dan terus diam. Kepolosan ini membuatku semakin menderita. Kenapa hanya diam? Aku menyalahkan diriku sendiri. Penderitaan ini tak berakhir disini. Esok hari aku bekerja lagi. Karyawan yang sudah dianggap tetua disana menyuruhku bekerja dibagian pembuatan mahar pernikahan. Aku berusaha bangkit kembali. Berusaha bekerja sebaik-baiknya. Aku menjadi seperti pembantu disuruh ini itu aku berangkat. Karna aku sadar aku telah melakukan bayak kesalahan. Tapi hari itu aku benar-benar tidak menyangka. Bosku datang dengan anaknya. Anaknya yang cantik menyapaku dengan senyum “wah ada karyawan baru”. Dengan senyumam aku menyapanya. Senyuman yang tersungging di bibirku berubah menjadi kesedihan yang amat sakit. Bosku yang sungguh tega melontarkan kata-kata yang tak pantas diucapkan beliau. “oalah sampean ki milih pekerjaan sing penak to” dan masih banyak kata-kata lain. Malu sekali rasanaya. Di depan banyak karyawan aku hanya bisa tertunduk malu dan diam tanpa keluar sepatah katapun dari mulutku. Tubuh ini rasanya seperti melayang. Temanku yang tahu perihal kebenarannya tak berani membelaku. Aku sudah tak sanggup lagi. Aku sudah tidak dihargai disini. Untuk apalagi aku bertahan disini. Keputusan segera kubuat. Kuputuskan untuk mengirim pesan singkat pada bapakku.. “pak mbenjing jengengan jemput jam delapan enjing”. Sesaat kemudian balasan dari bapakku masuk “iya”. Balasan sms itu membuatku marasa bebas. Malam itu tidurku terasa nyenyak. Esok pagi aku pamitan dengan bosku dengan alasan bahwa aku akan kuliah. Walau tak diberi uang pesangon tak masalah bagiku. Yang penting aku bisa keluar dari tempat mengerikan ini.
Udara pagi itu terasa sangat segar. Tidak seperti biasanya mungkin itu hanya perasaanku saja. Tapi benar-benar segar. Perut yang masih kosong terisi dengan sate dan gule yang sangat nikmat. Entah kenapa bapakku memberhentikan motonya di warung makan. Sedikit rasa takut dalam hati jangan-jangan bapak ku khawatir. Saat itu tubuhku memang kurus kering dan wajah ini sangat pucat. Aku tidak berani cerita bagaimana sulitnya makan disana. Tiap hari makan dengan nasi yang masih mentah. Sayur yang sudah kemaren dan lauk krupuk. Tiap hari seperti itu. Makan pun selalu sedikit. Apa yang aku alami menjadi pelajaran untukku. Uang tidak semudah itu dicari jadi tak boleh seenaknya minta orang tua apalagi uangnya dipergunakan untuk hal yang tidak penting. Masa-masa itu selalu aku ingat sebagai pelajaran untuk hidupku.
Untuk orang tuaku yang tercinta
Maaf karna aku masih menjadi bebanmu
Maaf keputusanku untuk kuliah menjadi beban besar untukmu
Maaf karna aku egois memaksakan kehendakku
Jujur sekarang aku menyesal setiap melihat engkau bekerja seharian
Tidurpun hanya beberapa jam
Tak sanggup aku melihatmu
Doa selalu kupanjatkan untukmu
Menetes air mata ini setiap mengingat mu
Aku akan berusaha sebaik-baiknya disini
Hanya untukmu…………….

Selasa, 20 September 2016

Tentang Dia Yang Selalu Ada


Sahabat adalah teman terbaik yang selalu ada and always together. Ada saat senang dan ada juga saat sedih. aku beruntung mengenalnya. dia yang menemaniku selama aku kuliah di sini. kita yang selalu berangkat bersama dan pulang pun juga bersama-sama. Banyak hal yang kita lakukan bersama. Tapi bukan berarti tugas mencontek. Kita mengerjakan sendiri tugas-tugas tapi kiranya ada kesulitan kita saling sharing. So, kita berusaha untuk tidak saling merugikan apalagi memanfaatkan. Kita sepasang sahabat yang memiliki prinsip dan pemikiran yang sejalan. Jadi kalau membahas sesuatu kita nyambung. Enak dech kalau pas sharing.
Sahabatku ini nama panggilannya yeni. Aku memanggilnya mbk yeni. Sebenarnya kalau kata mbk-nya dihilangkan mungkin akan terlihat lebih akrab kalau didengar orang. Ini semua karena kebiasaan sejak dulu. Awalnya, karena belum saling kenal agar terlihat sopan kalau memanggil siapapun ada embel-embelnya mbk termasuk memanggil mbk yeni. Sekarang kalau hanya manggil yeni terkesan aneh. Yasudahlah, lagian sudah terlanjur. Ini bukan suatu masalah yang serius. Yang penting hubungan persahabatan ini tetap kokoh.
Dia lahir pada bulan januari 1996. Dia lahir 1 bulan lebih awal dariku. Jadi usia kita tidak jauh beda. Dia tinggal di Trenggalek se-kabupaten denganku. Tepatnya dia tinggal di  kecamatan tugu. Kecamatan yang aneh karena namanya tugu tapi tidak ada tugunya. Mbk yeni ini memiliki 1 kakak dan 2 keponakan yang masih kecil-kecil. Setahuku dia punya kakak satu tapi dia sering cerita tentang kakaknya yang ada di malang, di surabaya, dan di blitar. Saking banyaknya aku tidak tahu itu kakak yang bagaimana. Keponakan mungkin. Dia amat dekat dengan saudara-saudaranya. Sering jalan bareng. Dia sangat baik dengan saudara-saudaranya jadi dia memiliki hubungan baik dengan saudara-saudaranya.
Yeni itu memiliki kulit putih. Lebih putih dari aku. Kalau dibawah sinar matahari kulitku gampang gelap kalau dia ini tidak meski berlama-lama di bawah sinar matahari, dia tetap putih. Dia lebih beruntung. Dia memiliki mata yang lumayan lebar. Hidungnya lumayan mancung, badanya tidak gemuk, tingginya juga lumayan. Semua serba lumayan menurutku. Tapi tetap oke. Artinya tidak kelebihan atau kurang. Kalau dia mau berrias sedikit dia akan terlihat lebih cantik misal pakai lipstick, mascara, dll. Tapi sebagai mahasiswa tetap berias sewajarnya. Dia tetap manis meski tidak berrias.
Soal baju dia itu kekinian sampai ada yang bilang, sekelas hanya dia yang kekinian. dia mengikuti tren. Dia itu selalu berpenampilan rapi. Apa yang dipakainya harus nyambung misal warna rok, baju dan kerudung harus nyambung kalau tidak, dia akan malu saat berjalan. Penampilannya tidak berlebihan tapi terkesan rapi. Kita juga biasanya saling mengkritik soal penampilan. Saling memberi masukan. Ada beberapa baju yang kita miliki itu sama. Kadang tidak sengaja kita memakainya bersamaan. Kelihatan seperti kembar dehh.
Berbicara tentang kekinian, ya jelaslah dia kekinian karena dia alumni dari SMA 2 Trenggalek nama kerenya SMADA. SMA yang bergengsi. Terkenal dengan spp yang mahal, siswa-siswinya yang gaul-gaul selalu kekinian. Bahkan setiap penerimaan siswa baru banyak yang tidak diterima. Dulu pas dia cerita kalau lulusan SMADA, aku cukup kaget karena dia polos. Sempat aku berfikir, oh siswa SMADA ada yang polos juga to. Polosnya itu dilihat dari wajahnya. Tidak galak juga tidak berrias aneh-aneh. Agak pendiam. Tutur bahasanya juga sopan. Tapi setelah kenal lama ternyata tidak kalau dia polos. Dia itu tahu banyak tentang informasi. Informasi yang ada di Trenggalek dia tahu banyak,. informasi tentang kampus, informasi tentang tempat wisata, tempat makan, dll.
Soal intelek, dia memang pintar. Katanya, dia selalu mendapat peringkat 3 besar baik di SD, SMP atau SMA. Waw keren. Bahkan saat kuliah ini dia 2 kali mendapat peringkat 1. Kalau yang belum kenal dia akan bilang pintar, cekatan pokoknya keren, antusias atau kuatlah orangnya. Padahal dibalik itu dia gampang panik. Dia itu cengeng. Tugas tidak berhasil dia nangis. Kalau pas dia nangis gara-gara tugas, sebagai teman aku sok menghibur, sok prihatin padahal sebenarnya aku ketawa. Dia seperti anak kecil. Yang penting kita sudah berusaha. Kalau tidak berhasil berarti sedang tidak beruntung. Tapi memang itu karakter dia panik dan gampang cengeng. Tapi dia sama teman perhatian. Kalau kiranya aku butuh dia membantu.
Dia sukanya nge-trip dan jalan-jalan. Sudah banyak tempat yang dia datangi. Tempat tongkrongan dan kafe di Trenggalek sudah ia datangi hampir menyeluruh. Bahkan wisata yang ada di Gandusari, dia sudah mendatanginya. Aku saja yang rumahnya di daerah situ belum pernah kesana. Dia selalu update. Aku yang biasanya ke Kampak tidak tahu ada tempat yang menarik disana. Dia sudah tahu. Bahkan aku tahunya dari dia. Waw keren. Dia juga beberapa kali mengajak aku jalan-jalan. Asyik pokoknya.

Dia itu pintar membagi waktu. Waktu untuk nongkrong, nonton, nge-trip, jalan-jalan dan untuk belajar. Tapi dia selalu mengutamakan belajar. So good. Bukan hanya pintar memanajemen waktu, memanajemen uang juga pintar. Masalah ngirit dia pintar. Tapi bukan berarti dia pelit. Dia tidak pelit. Kalau main di kontrakannya dia selalu menyuguhi dengan makanan. Sebenarnya aku banyak belajar dari dia. Belajar memanajemen waktu. Tahu saatnya serius dan saatnya bersantai-santai. Banyak mendapat informasi dari dia. Tapi informasi yang mendidik. Thank you, friend…..