Selasa, 11 Oktober 2016

Full Day School

Menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) Muhadjir Effendy menggulirkan wacana penerapan sekolah sepanjang hari atau full day school untuk jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Kendati mengundang prokontra, kementerian pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) terus melanjutkan rencana tersebut. Bahkan, kemendikbud telah memilih 500 sekolah di jakarta sebagai bagian dari program percontohan full day school. Full day school tidak sepenuhnya diisi pelajaran, melainkan dengan kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan membentuk dan mengembangkan karakter, kepribadian, serta potensi anak.

Saya tidak setuju dengan adanya full day school. Bila dilihat dari tujuannya full day school ini memang bertujuan sangat bagus. Tapi kegiatan yang dicanangkan dalam program ini kurang melihat sisi psikis dari anak. Full day school ini dapat mengakibatkan beberapa anak merasa terbebani atau merasa dituntut.
Berdasarkan berita dari puslitbag sindo,  kamis,  29 september 2016 . Untuk mengetahui respons orangtua siswa terhadap full day school, koran sindo melakukan jejak pendapat terhadap 400 orang responden. Hasilnya, mayoritas menolak rencana penerapan sistem tersebut. Menurut sebanyak  68% responden menyatakan penambahan jam masuk sekolah hingga sore hari dapat berpengaruh terhadap dua hal. Pertama dari aspek fisik dan yang kedua aspek psikologis. Secara fisik, siswa dihadapi pada tantangan ketahanan fisik. Perubahan jam sekolah menjadi lebih panjang bisa membuat siswa lelah, terlebih bagi yang berusia dini. Sementara anak-anak membutuhkan istirahat yang cukup agar bisa berkonsentrasi secara maksimal. Secara psikologis, penambahan jam belajar juga akan berpengaruh terhadap tingkat stres anak. Banyaknya beban bisa mempengaruh aspek ini. Pun, siswa sekolah dasar cenderung mudah bosan. Mereka membutuhkan sarana lain untuk melepas kebosanan yang mungkin bisa didapat melalui lingkungan di luar sekolah, seperti teman di rumah ataupun keluarga, dengan adanya "paksaan"ini kehidupan sosialisasi anak dengan teman dan keluarga di rumah pun turut terancam
Anak membutuhkan keseimbangan antara istirahat dan belajar. Coba kita tengok sistem pendidikan di Finlandia. Finlandia merupakan negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik. Di Finlandia anak belajar selama 45 menit dan berhak istirahat selama 15 menit. Orang-orang finlandia meyakini bahwa kemampuan terbaik siswa untuk menyerap ilmu baru yang diajarkan justru akan datang, jika mereka memiliki kesempatan mengistirahatkan otak dan membangun fokus baru. Mereka juga lebih produktif di jam-jam belajar. Jam istirahat yang cukup juga memiliki manfaat kesehatan. Mereka jadi lebih aktif bergerak dan bermain tidak hanya duduk di kelas. Jika anak sudah lelah pasti pembelajaran tidak lagi kondusif. Full day school ini dapat dianggap mengekang siswa. Sekolah dari jam 7-12 dengan istirahat sekitar 30 menit saja sudah membuat siswa lelah. Apalagi siswa harus mengikuti les atau mengaji sepulang sekolah. Belajar akan menjadi sebuah beban bagi siswa.
Mengenai meningkatkan potensi anak melalui full day school dengan kegiatan ekstrakurikuler saya rasa pemerintah perlu menengok keadaan sekolah-sekolah yang ada di daerah terpencil. Masih bayak sekolah-sekolah yang tertinggal seperti di SDN Cipinang 3, Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Berita oleh Achmad Sudarno pada 30 september 2016. Anak-anak ini harus belajar tanpa sarana dan prasarana memadai. Tanpa meja, meja, kursi, dan papan tulis. Pakaian lusuh, tak bersapatu, dan belajar saling berhimpitan tanpa alas tikar menjadi pemandangan sehari-hari. Ini menjadikan kesan bahwa sekolah yang maju semakin menjulang tinggi dan sekolah yang terpinggir semakin terpinggirkan. Sarana prasarana antara sekolah satu dengan lainnya berbeda. Bagaimanakah sekolah yang tertinggal dengan keterbatasan sarana prasarana disetarakan program pendidikannya dengan sekolah yag maju? Pemerintah memilih 500 sekolah di jakarta sebagai bagian dari program percontohan full day school. Kenapa sekolah yang berkualitas yang ada di ibu kota yang di jadikan percontohan. Di sana sarana prasaranya jelas memadai. Seharusnya dari 500 sekolah ada beberapa sekolah yang ada di pelosok sebagai percontohan. Sehingga akan terlihat keefektifan dari program ini.

1 komentar:

  1. Tulisan argumentasi yang Mbak Savitri menarik, salah satunya disebabkan karena Mbak Savitri memberikan data penguat yang cukup valid atas setiap pendapat yang Mbak Savitri sampaikan. Pilihan kata dalam tulisan diatas juga cukup variatif, sehingga membaca tulisan Mbak Savitri menjadi sangat menyenangkan.

    BalasHapus