Menteri pendidikan dan kebudayaan
(mendikbud) Muhadjir Effendy menggulirkan wacana penerapan sekolah sepanjang
hari atau full day
school untuk jenjang sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Kendati
mengundang prokontra, kementerian pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) terus
melanjutkan rencana tersebut. Bahkan, kemendikbud telah memilih 500 sekolah di
jakarta sebagai bagian dari program percontohan full day school. Full day
school tidak sepenuhnya diisi pelajaran, melainkan dengan kegiatan
ekstrakurikuler yang bertujuan membentuk dan mengembangkan karakter,
kepribadian, serta potensi anak.
Saya
tidak setuju dengan adanya full day school. Bila dilihat dari tujuannya full
day school ini memang bertujuan sangat bagus. Tapi kegiatan yang
dicanangkan dalam program ini kurang melihat sisi psikis dari anak. Full day
school ini dapat mengakibatkan beberapa anak merasa terbebani atau merasa
dituntut.
Berdasarkan
berita dari puslitbag sindo,
kamis, 29 september 2016 . Untuk mengetahui respons orangtua siswa
terhadap full day
school, koran sindo melakukan jejak pendapat terhadap 400 orang
responden. Hasilnya, mayoritas menolak rencana penerapan sistem tersebut. Menurut
sebanyak 68% responden menyatakan penambahan jam masuk sekolah hingga
sore hari dapat berpengaruh terhadap dua hal. Pertama dari aspek fisik dan yang
kedua aspek psikologis. Secara fisik, siswa dihadapi pada tantangan ketahanan
fisik. Perubahan jam sekolah menjadi lebih panjang bisa membuat siswa lelah,
terlebih bagi yang berusia dini. Sementara anak-anak membutuhkan istirahat yang
cukup agar bisa berkonsentrasi secara maksimal. Secara psikologis, penambahan
jam belajar juga akan berpengaruh terhadap tingkat stres anak. Banyaknya beban
bisa mempengaruh aspek ini. Pun, siswa sekolah dasar cenderung mudah bosan. Mereka
membutuhkan sarana lain untuk melepas kebosanan yang mungkin bisa didapat
melalui lingkungan di luar sekolah, seperti teman di rumah ataupun keluarga,
dengan adanya "paksaan"ini kehidupan sosialisasi anak dengan teman
dan keluarga di rumah pun turut terancam
Anak
membutuhkan keseimbangan antara istirahat dan belajar. Coba kita tengok sistem
pendidikan di Finlandia. Finlandia merupakan negara yang memiliki sistem
pendidikan terbaik. Di Finlandia anak belajar selama 45 menit dan berhak
istirahat selama 15 menit. Orang-orang finlandia meyakini bahwa kemampuan
terbaik siswa untuk menyerap ilmu baru yang diajarkan justru akan datang, jika
mereka memiliki kesempatan mengistirahatkan otak dan membangun fokus baru. Mereka
juga lebih produktif di jam-jam belajar. Jam istirahat yang cukup juga memiliki
manfaat kesehatan. Mereka jadi lebih aktif bergerak dan bermain tidak hanya
duduk di kelas. Jika anak sudah lelah pasti pembelajaran tidak lagi kondusif. Full
day school ini dapat dianggap mengekang siswa. Sekolah dari jam 7-12 dengan
istirahat sekitar 30 menit saja sudah membuat siswa lelah. Apalagi siswa harus
mengikuti les atau mengaji sepulang sekolah. Belajar akan menjadi sebuah beban
bagi siswa.
Mengenai
meningkatkan potensi anak melalui full day school dengan kegiatan
ekstrakurikuler saya rasa pemerintah perlu menengok keadaan sekolah-sekolah
yang ada di daerah terpencil. Masih bayak sekolah-sekolah yang tertinggal
seperti di SDN Cipinang 3, Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Berita
oleh Achmad Sudarno pada 30 september 2016. Anak-anak ini harus belajar tanpa
sarana dan prasarana memadai. Tanpa meja, meja, kursi, dan papan tulis. Pakaian
lusuh, tak bersapatu, dan belajar saling berhimpitan tanpa alas tikar menjadi
pemandangan sehari-hari. Ini menjadikan kesan bahwa sekolah yang maju semakin
menjulang tinggi dan sekolah yang terpinggir semakin terpinggirkan. Sarana prasarana
antara sekolah satu dengan lainnya berbeda. Bagaimanakah sekolah yang
tertinggal dengan keterbatasan sarana prasarana disetarakan program
pendidikannya dengan sekolah yag maju? Pemerintah memilih 500 sekolah di jakarta sebagai bagian dari program
percontohan full day school. Kenapa sekolah
yang berkualitas yang ada di ibu kota yang di jadikan percontohan. Di sana
sarana prasaranya jelas memadai. Seharusnya dari 500 sekolah ada beberapa
sekolah yang ada di pelosok sebagai percontohan. Sehingga akan terlihat
keefektifan dari program ini.
Tulisan argumentasi yang Mbak Savitri menarik, salah satunya disebabkan karena Mbak Savitri memberikan data penguat yang cukup valid atas setiap pendapat yang Mbak Savitri sampaikan. Pilihan kata dalam tulisan diatas juga cukup variatif, sehingga membaca tulisan Mbak Savitri menjadi sangat menyenangkan.
BalasHapus